Saturday, April 13, 2013

Cara Pengasuhan Anak Dalam Islam

Pengasuhan dan pendidikan anak di masyarakat selama ini sering diskriminatif. Anak laki-laki memperoleh perhatian dan perlakuan lebih dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki memiliki kesempatan belajar lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki diusahakan dapat belajar setinggi-tingginya, sementara anak perempuan cukup pandai membaca dan menulis. Ungkapan yang popular di masyarakat adalah “Kamu anak laki-laki harus sekolah Setinggi-tingginya, sebab kamu adalah tulang punggung keluarga.” Dan ungkapan lainya, “Buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi ‘kan nantinya ke dapur juga.”

Lebih rendahnya tingkat pendidikan perempuan terlihat pada statistic yang menunjukkan bahwa jumlah perempuan tidak sekolah lebih besar dari pada laki-laki (8% disbanding  4%); jumlah perempuan putus sekolah lebih besar (16% disbanding 14%). Makin tinggi tingkat pendidikan makin kecil persentase perempuanya. Ketimpangan pendidikan ini pada giliranya mengakibatkan perempuan tertinggal dalam banyak hal dari laki-laki, terutama dalam hal pekerjaan dan konstribusinya bagi pengembangan peradaban umat manusia. 

Padahal agama mengajarkan untuk berlaku adil terhadap semua anak laki-laki maupun perempuan, termasuk adil dalam memberikan kesempatan belajar, sesui dengan potensi, kemampuan, bakat dan minat masing-masing. Rasulullah saw sendiri mewajibkan kepada semua umatnya untuk menuntut ilmu (belajar) tanpa membeakan laki-laki atau perempuan. 

Kultur yang sangat diskriminatif tersebut tidak saja membatasi pengembangan potensi akademik kalangan perempuan, namun menimbulkan ketidakadilan, hanya karena alas an jender. Tidak heran kultur yang demikian menciptakan kepincangan social, menumbuhsuburkan supremasi dan dominasi laki-laki, dan menenpatkan perempuan dalam posisi subordinasi dan terpinggirkan. Padahal setiap anak memiliki potensi, bakat dan minat yang patut dikembangkan , tanpa membedakan apakah dia laki-laki atau perempuan. Rasulullah saw berpesan:
Ajarkanlah kebaikan (moral dan etika) kepada anak-anakmu (laki-laki dan perempuan) dan keluargamu dan didiklah memberi kesempatan belajar mereka (H.r. Abdur Razzaq dan salid ibn Mansur).

Masa berikutnya dari pengasuhan anak ini adalah masa kelahiran dan pertumbuhan bayi sejak dini. Dalam ajaran islam, masa kelahiran bayi merupakan momentum awal komunikasi langsung antara orang tua dengan anak. Ketika masih dalam kandungan komunikasi berlangsung lebih dengan perasaan dan sentuhan emosi, sementara ketika sudah lahir komunikasi mulai terjadi secara langsung. Diajarkan bahwa komunikasi pertama sebaiknya dilakukan adalah dengan mengenalkan agama dengan cara menyuarakan azan di telinga sang bayi yang baru lahir. 

Pada masa kelahiran dan pertumbuhan bayi ini secara alamiah peranan ibu sangat penting terutama dalam proses penyusuan sang bayi. Namun demikian, sang ayah pun dapat melatih komunikasi dengan anak melalui sentuhan yang hangat. Dalam proses penyusuan ini pengasuhan anak secara fisik mulai berlangsung dalam lingkungan keluarga. Orang tua, khusunya ibu, sebaiknya memanfaatkan masa penyusuan itu secara optimal dengan cara menyusuinya sendiri. Para ahli sepakat bahwa air susu ibu sangat bagus bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Baik secara fisik maupun non fisik. Sangatlah bisa dipahami jika Al’Qur’an memberikan penekanan khusus mengenai hal ini ibu-ibu hendaknya menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberikan makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupanya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun), dengan kerelaan keduanya dan musyawarah, maka tidak ada dosa.

No comments:

Post a Comment