Saturday, April 13, 2013

Cara Berkeluarga Dalam Islam

Salah satu tujuan syariat islam adalah memelihara kelangsungan keturunan atau hifzh an-nasal melalui perkawinan yang sah menurut agama, diakui oleh undang-undang  dan diterima sebagai bagian dari budaya masyarakat. Dengan perkawinan yang sah menurut agama, pasangan suami istri tidak memiliki beban kesalahan dosa untuk hidup bersama, bahkan memperoleh berkah dan pahala. Keyakinan ini sangat bermakna untuk membangun sebuah keluarga yang  dilandasi nilai-nilai moral agama. 

Perkawinan yang juga sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku menjadikan pasangan suami istri memperoleh kepastian dan perlidungan hukum sebagai warga Negara  bila terjadi kasus-kasus hukum dikemudian hari. Anak-anak memperoleh kejelasan status siapa ayah dan ibu mereka dihadapan hukum perkawinan juga diterima sebagai bagian dari kultur lokal di mana masyarakat hidup. 

Lembaga keluarga memperoleh pengakuan dan diterima sebagai bagian dari masyarakat. Keluarga yang demikian akan memperoleh perlindungan dari masyarakat untuk hidup berdampingan berdasarkan tata aturan dan norma yang berlaku dimasyarakat. Keluarga adalah lembaga yang sangat penting dalam proses pengasuhan anak. Meskipun bukan menjadi satu-satunya faktor, keluarga merupakan unsur yang sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian dan kemampuan anak. Secara teoretis dapat dipastikan bahwa dalam keluarga yang baik, anak memiliki dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan yang cukup kuat untuk menjadi manusia dewasa. Beberapa hal yang akan kita bahas dalam alinea-alinea berikut adalah tentang bagaimana konsep keluarga yang baik dalam pandangan islam.

Pada intinya lembaga keluarga terbentuk melalui pertemuan suami dan istri yang permanen dalam masa pengasuhan yang cukup lama sehingga berlangsung proses reproduksi. Dalam bentuknya yang paling umum dan sederhana, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak (keluarga batih). Dua komponen yang pertama, ibu dan ayah, dapat dikatakan sebagai komponen yang sangat menentukan kehidupan anak, khususnya pada usia dini. Baik ayah maupu ibu, keduanya adalah pengasuh utama dan pertama bagi sang anak dalam lingkungan keluarga, baik karena alas an biologis maupun psikologis. 

Kualitas keluarga dalam islam ditentukan oleh proses pertemuan yang terjadi antara suami dan istri. Dalam hal ini islam mengajarkan konsep perkawinan yang lebih dari sekedar kontrak (a’qd), tetapi juga pernyataan kesetiaan pada agama yang dibuktikan dengan ketaatan pada prosedur dan tata cara yang diatur oleh syariah. Perkawinan yang sah dapat dikatakan sebagai syarat mutlak dalam membangun keluarga yang baik, tetapi sebaliknya, keluarga yang dibangun tanpa perkawinan menurut islam akan cenderung rapuh karena lemahnya ikatan, khususnya ikatan moral. Dalam keadaan keluarga yang rapuh ini anak cenderung mengalami perkembangan yang kurang menguntungkan, karena keberhasilan proses pendidikan memerlukan dukungan lingkungan yang positif. 

Lembaga keluarga dalam kenyataanya bukan hanya sekedar tempat pertemuan antarkomponen yang ada didalamnya. Lebih dari itu, keluarga juga memiliki fungsi reproduktif, religius, rekreatif, edukatif, sosial, dan protektif. Melalui fungsi reproduksi setiap keluarga mengharapkan akan memperoleh anak saleh, keturunan yang berkualitas, sebagai perekat bangunan keluarga, tempat bergantung di hari tua, maupun sebagai generasi penerus cita-cita orang tua. Sebagai generasi penerus, suami-istri umumnya mengharapkan agar anaknya kelak menjadi generasi yang berkualitas, sehat jasmani dan rohani, cerdas, bermoral, mengabdi kepada Allah dan Rasulnya serta taat kepada orang tua. Rasulullah berpesan agar mencari calon istri yang dapat memberikan keturunan yang baik. Kawinilah olehmu perempuan yang baik. Sebab, sesungguhnya keturunan itu kuat pengaruhnya. (H.R. Ibnu ‘Abdi).

No comments:

Post a Comment