Salah
satu tujuan syariat islam adalah memelihara kelangsungan keturunan atau hifzh
an-nasal melalui perkawinan yang sah menurut agama, diakui oleh
undang-undang dan diterima sebagai bagian dari budaya masyarakat. Dengan
perkawinan yang sah menurut agama, pasangan suami
istri tidak memiliki beban kesalahan dosa untuk hidup bersama, bahkan
memperoleh berkah dan pahala. Keyakinan ini sangat bermakna untuk membangun
sebuah keluarga yang dilandasi nilai-nilai moral agama.
Perkawinan
yang juga sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku menjadikan
pasangan suami
istri memperoleh kepastian dan perlidungan hukum sebagai warga Negara
bila terjadi kasus-kasus hukum dikemudian hari. Anak-anak memperoleh kejelasan
status siapa ayah dan ibu mereka dihadapan hukum perkawinan juga
diterima sebagai bagian dari kultur lokal di mana masyarakat hidup.
Lembaga
keluarga memperoleh pengakuan dan diterima sebagai bagian dari masyarakat.
Keluarga yang demikian akan memperoleh perlindungan dari masyarakat untuk hidup
berdampingan berdasarkan tata aturan dan norma yang berlaku dimasyarakat.
Keluarga adalah lembaga yang sangat penting dalam proses pengasuhan
anak. Meskipun bukan menjadi satu-satunya faktor, keluarga merupakan unsur
yang sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian dan kemampuan anak. Secara
teoretis dapat dipastikan bahwa dalam keluarga yang baik, anak memiliki
dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan yang cukup kuat untuk menjadi manusia
dewasa. Beberapa hal yang akan kita bahas dalam alinea-alinea berikut adalah
tentang bagaimana konsep keluarga yang baik dalam pandangan islam.
Pada
intinya lembaga keluarga terbentuk melalui pertemuan suami dan istri yang
permanen dalam masa
pengasuhan yang cukup lama sehingga berlangsung proses reproduksi. Dalam
bentuknya yang paling umum dan sederhana, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan
anak (keluarga batih). Dua komponen yang pertama, ibu dan ayah, dapat dikatakan
sebagai komponen yang sangat menentukan kehidupan anak, khususnya pada usia
dini. Baik ayah maupu ibu, keduanya adalah pengasuh utama dan pertama bagi sang
anak dalam lingkungan keluarga, baik karena alas an biologis maupun psikologis.
Kualitas
keluarga dalam islam ditentukan oleh proses pertemuan yang terjadi antara suami
dan istri. Dalam hal ini islam mengajarkan konsep perkawinan yang lebih dari
sekedar kontrak (a’qd), tetapi juga pernyataan kesetiaan pada agama yang
dibuktikan dengan ketaatan pada prosedur dan tata cara yang diatur oleh
syariah. Perkawinan yang sah dapat dikatakan sebagai syarat mutlak dalam
membangun keluarga yang baik, tetapi sebaliknya, keluarga yang dibangun tanpa
perkawinan menurut islam akan cenderung rapuh karena lemahnya ikatan, khususnya
ikatan moral. Dalam keadaan keluarga yang rapuh ini anak cenderung mengalami
perkembangan yang kurang menguntungkan, karena keberhasilan proses pendidikan
memerlukan dukungan lingkungan yang positif.
Lembaga
keluarga dalam kenyataanya bukan hanya sekedar tempat pertemuan antarkomponen
yang ada didalamnya. Lebih dari itu, keluarga juga memiliki fungsi reproduktif,
religius, rekreatif, edukatif, sosial, dan protektif. Melalui fungsi
reproduksi setiap keluarga mengharapkan akan memperoleh anak saleh, keturunan
yang berkualitas, sebagai perekat bangunan keluarga, tempat bergantung di hari
tua, maupun sebagai generasi penerus cita-cita orang tua. Sebagai generasi
penerus, suami-istri umumnya mengharapkan agar anaknya kelak menjadi generasi
yang berkualitas, sehat jasmani dan rohani, cerdas, bermoral, mengabdi kepada
Allah dan Rasulnya serta taat kepada orang tua. Rasulullah berpesan agar
mencari calon istri yang dapat memberikan keturunan yang baik. Kawinilah olehmu
perempuan yang baik. Sebab, sesungguhnya keturunan itu kuat pengaruhnya. (H.R.
Ibnu ‘Abdi).
No comments:
Post a Comment