Sunday, April 28, 2013

Bagaimana Cara Mendidik Anak Melalui Nasihat Dan Dialog Dalam Islam

Penanaman nilai-nilai keimanan, moral agama atau akhlak serta pembentukan sikap dan perilaku anak merupakan proses yang sering menghadapi berbagai hambatan dan tantangan. Terkadang anak-anak merasa jenuh, malas, tidak tertarik terhadap apa yang diajarkan, bahkan mungkin menentang dan membangkang. Orang tua sebaiknya memberikan perhatian, melakukan dialog, dan berusaha memahami persoalan-persoalan yang dihadapi anak. Apalagi anak yang tengah memasuki fase kanak-kanak akhir, usia antara 6-12 tahun mereka mulai berpikir logis, kritis, membandingkan apa yang ada dirumah dengan mereka lihat diluar,  nilai-nilai moral selama yang selama ini ditanamkan secara “absolut ” mulai dianggap relatif, dan seterusnya. Orang tua diharapkan mampu menjelaskan, memberikan pemahaman yang sesuai dengan tingkat berpikir mereka.

 Alangkah indahnya seandainya orang tua dapat menuturkan kembali bagaimana Luqman menasihati anaknya secara bijaksana dan lemah lembut, seperti diuraikan dalam al-Qur’an surah Luqman/31:13-17:Dan ingatlah ketika lukman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar Dan kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu-bapakmu. Hanya kepadakulah kembalimu. Dan jika memaksamu untuk menyekutukan dengan aku sesuatu yang kamu tidak tahu sama sekali, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan bergaullah kamu dengan keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaku, hanya kepadakulah kembalimu, maka kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Nasihat-nasihat dalam bentuk kisah rasul, sahabat, orang-orang yang beriman maupun yang durhaka kepada tuhan, cukup baik dan sering lebih berkesan. Contoh, bagaimana hubungan nabi nuh dengan anaknya, Nabi Ibrahim dengan bapaknya, Nabi Luth dengan istrinya, dan lain-lain. Demikian pula cerita-cerita yang lain tentang kepahlawanan, kejujuran dan keberanian. Beberapa hadis rasulullah saw menceritakan kisah-kisah Israiliyat yang mengandung I’tibar atau pesan-pesan moral, seperti kisah kejujuran dan rasa terima kasih kepada Tuhan, kisah orang yang teguh memegang janji, atau kisah Siti Hajar dan ismail. Pengasuhan anak oleh orang tua menurut pesan rasul sebaiknya dilakukan dengan berbagai bentuk permainan yang positif. Orang tua dapat membangun kedekatan hubungan dengan anak dan secara bersamaan merangsang perkembangan potensi fisik dan non fisiknya. Permainan itu sendiri bukanlah akhir dari tujuan pengasuhan, melainkan hanya pendekatan agar anak memiliki gairah dalam mengikuti proses pengasuhan menuju kepribadian yang saleh.

Betapapun, anak adalah bagian dari anak manusia yang oleh Allah diberi mandate untuk melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan di muka bumi. Untuk melaksanakan tugas dan peran yang harus dimainkan, Allah swt membekali manusia dengan potensi kehambaan dan kekhalifahan. Potensi kehambaan antara lain kebutuhan untuk mengabdi, menyembah dan memasrahkan diri (tawakal) kepada Allah swt Sang Pencipta.
Sementara potensi kekhalifahan antara lain keinginan untuk mengembangkan potensi akal (rasio) dan daya nalar untuk memahami fenomena alam (potensi dan keteraturan-keteraturan yang ada) serta berupaya agar semua potensi alam yang ada dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia sesuai dengan pesan-pesan moral agama. Pengasuhan anak dalam keluarga diharapkan dapat menggapai harapan dan tujuan ini.
Siapakah yang dimaksud anak saleh itu? Tentunya masing-masing keluarga memiliki cara sendiri untuk mencapai cita-cita kesalehan itu. 

No comments:

Post a Comment